Sabtu, 29 April 2017

SAMPAI DOA KPD MAYYIT

Memang ada juga yang nyinyir, ketika membahas sampai tidaknya pahala bacaan al-Qur’an perspektif Imam Syafi’i. Dengan menyebutkan; “katanya ikut madzhab Syafi’i, tapi kenapa tak ikut Imam as-Syafi’i (w. 204 H)?”

Agak susah sebenarnya melacak langsung pernyataan Imam as-Syafi’i (w. 204 H), tentang bacaan al-Quran yang dihadiahkan pahalanya kepada mayit itu muthlak tidak sampai, maksudnya dengan keadaan apapun. Biasanya kebanyakan mengambil dari pernyataan Ibnu Katsir ad-Dimasyqi (w. 774 H) dalam tafsirnya; Tafsir al-Quran al-Adzim, h. 7/ 465, serta pernyataan Imam an-Nawawi (w. 676 H), bahwa yang masyhur dari madzhab as-Syafi’i adalah tidak sampai.

فالمشهور من مذهب الشافعي وجماعة أنه لا يصل

Pendapat yang masyhur dari Madzhab Syafi’i dan beberapa jamaah adalah tidak sampai (Pahala bacaan al-Qur’an) (Yahya bin Syaraf an-Nawawi w. 676 H, al-Adzkar, h. 278).

Ada beberapa catatan terkait pernyataan Imam as-Syafi’i (w. 204 H), yang sering dinukil oleh mereka yang menyatakan tidak sampai ini.

Pertama, pernyataan tak sampainya bacaan al-Quran kepada mayyit dengan keadaan apapun, dari Imam as-Syafi’i ini secara jelas susah dilacak, kalaupun ada ini adalah pendapat yang masyhur dari madzhab as-Syafi’i.

Terlebih ini adalah pernyataan yang sepotong. Apakah dalam semua keadaan, bacaan al-Qur’an kepada mayyit itu tidak sampai, atau ada syarat khusus dan kriteria tertentu agar bisa bermanfaat kepada mayyit.

Karena Imam as-Syafi’i (w. 204 H) pernah juga menyatakan sendiri dalam kitabnya al-Umm:

وأحب لو قرئ عند القبر، ودعي للميت

Saya menyukai jika dibacakan al-Quran di kuburnya, dan juga didoakan. (Imam Muhammad bin Idris as-Syafi’i w. 204 H, al-Umm, h. 1/ 322)

Hal ini diperkuat dengan pernyataan Imam an-Nawawi (w. 676 H):

قال الشافعي رحمه الله: ويستحب أن يقرأ عنده شيء من القرآن، وإن ختموا القرآن عنده كان حسنا

Imam as-Syafi’i (w. 204 H) mengatakan: Disunnahkan membaca al-Qur’an kepada mayit yang telah di kubur. Jika sampai khatam al-Qur’an, maka itu lebih baik. (Yahya bin Syaraf an-Nawawi w. 676 H, Riyadh as-Shalihin, h. 295)

Ada hal menarik disini. Jika dikatakan menurut Imam as-Syafi’i (w. 204 H) muthlak tidak sampai dalam keadaan apapun, kenapa Imam as-Syafi’i (w. 204 H) malah menganjurkan mengkhatamkan al-Qur’an kepada mayit setelah di kuburkan? Atau bahasa lainnya, Imam as-Syafi’i (w. 204 H) malah menganjurkan khataman al-Qur’an di kuburan. Perlu dicatat, Imam as-Syafi’i (w. 204 H) tak pernah menyatakan bahwa menghadiahkan pahala bacaan al-Quran kepada mayyit itu bid’ah yang sesat.

Imam as-Syafi’i (w. 204 H) juga tak pernah menyatakan bahwa membaca al-Quran di kuburan itu bid’ah. Beda dengan yang mengaku mengikuti Imam as-Syafi’i (w. 204 H) dalam hal tak sampainya bacaan saja. Tetapi giliran menjelaskan hukum membaca al-Qur’an di kuburan, malah membid’ah-bid’ahkan.
afwan, skedar ikut mnambahi ket:

Bukankah Imam Syafi’i ~rahimahullah berpendapat bahwa pahala bacaan tidak sampai kepada si mayyit ?

Latar belakang Al Imam Syafi’i ~rahimahullah mengatakan bahwa bacaan Al Qur’an tidak sampai kepada yang wafat, karena orang-orang kaya yang di masa itu jauh hari sebelum mereka wafat, mereka akan membayar orang-orang agar jika ia telah wafat mereka menghatamkan Al Qur’an berkali-kali dan pahalanya untuknya, maka Al Imam Syafi’i ~rahimahullah mengatakan bahwa pahala bacaan Al Qur’an tidak bisa sampai kepada yang wafat.

Syarat sampai pahala bacaan tergantung niat (hati) jika niat tidak lurus seperti niat “jual-beli” maka pahala bacaan tidak akan sampai. Dituntut keikhlasan bagi setiap yang bersedekah baik dalam bentuk harta maupun dalam bentuk bacaan Al Qur’an.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Allah tidak memandang rupa dan harta kamu tetapi Dia memandang hati dan amalan kamu.” (HR Muslim 4651).

Al Imam Syafi’i ~rahimahullah mensyaratkan sampai pahala bacaan jika memenuhi salah satu dari syarat-syarat berikut

1. Pembacaan dihadapan mayyit (hadlirnya mayyit),
2. Pembacanya meniatkan pahala bacaannya untuk mayyit
3. Pembacanya mendo’akannya untuk mayyit

Hal yang perlu kita ingat selalu adalah yang dapat memahami dan menjelaskan perkataan Imam Mazhab yang empat adalah pengikut Imam Mazhab yang empat bukan pengikut ulama Muhammad bin Abdul Wahhab, pengikut ulama Ibnu Taimiyyah ataupun pengikut ulama Al Albani dan lain-lainnya

Pengikut Imam Mazhab yang empat adalah para ulama yang sholeh yang memiliki ketersambungan sanad ilmu (sanad guru) dengan Imam Mazhab yang empat atau para ulama yang sholeh yang memiliki ilmu riwayah dan dirayah dari Imam Mazhab yang empat
---------------

Imam An Nawawi adalah ulama Syafi’iyah yang paling memahami perkataan Imam As Syafi’i dan ulama-ulama madzhabnya sebagaimana disebut dalam Al Awaid Ad Diniyah (hal. 55). Sehingga, jika ada seseorang menukil pendapat ulama As Syafi’iyah dengan kesimpulan berbeda dengan pendapat Imam An Nawawi tentang ulama itu maka pendapat itu tidak dipakai. Lebih-lebih yang menyatakan adalah pihak yang tidak memiliki ilmu riwayah dan dirayah dalam madzhab As Syafi’i.

Hal ini dijelaskan contohnya oleh ‘Ulama Syafi’iyah lainnya seperti Syaikhul Islam al-Imam Zakariyya al-Anshari dalam dalam Fathul Wahab :

أما القراءة فقال النووي في شرح مسلم المشهور من مذهب الشافعي أنه لا يصل ثوابها إلى الميت وقال بعض أصحابنا يصل وذهب جماعات من العلماء إلى أنه يصل إليه ثواب جميع العبادات من صلاة وصوم وقراءة وغيرها وما قاله من مشهور المذهب محمول على ما إذا قرأ لا بحضرة الميت ولم ينو ثواب قراءته له أو نواه ولم يدع بل قال السبكي الذي دل عليه الخبر بالاستنباط أن بعض القرآن إذا قصد به نفع الميت نفعه وبين ذلك وقد ذكرته في شرح الروض

“Adapun pembacaan al-Qur’an, Imam an-Nawawi mengatakan didalam Syarh Muslim, yakni masyhur dari madzhab asy-Syafi’i bahwa pahala bacaan al-Qur’an tidak sampai kepada mayyit, sedangkan sebagian ashhab kami menyatakan sampai, dan kelompok-kelompok ‘ulama berpendapat bahwa sampainya pahala seluruh ibadah kepada mayyit seperti shalat, puasa, pembacaan al-Qur’an dan yang lainnya. Dan apa yang dikatakan sebagai qaul masyhur dibawa atas pengertian apabila pembacaannya tidak di hadapan mayyit, tidak meniatkan pahala bacaannya untuknya atau meniatkannya, dan tidak mendo’akannya bahkan Imam as-Subkiy berkata ; “yang menunjukkan atas hal itu (sampainya pahala) adalah hadits berdasarkan istinbath bahwa sebagian al-Qur’an apabila diqashadkan (ditujukan) dengan bacaannya akan bermanfaat bagi mayyit dan diantara yang demikian, sungguh telah di tuturkannya didalam syarah ar-Raudlah”.

(Fathul Wahab bisyarhi Minhajit Thullab lil-Imam Zakariyya al-Anshari asy-Syafi’i [2/23]).

--------------

Syaikhul Islam al-Imam Ibnu Hajar al-Haitami dalam Tuhfatul Muhtaj :

قال عنه المصنف في شرح مسلم: إنه مشهور المذهب على ما إذا قرأ لا بحضرة الميت ولم ينو القارئ ثواب قراءته له أو نواه ولم يدع له

“Sesungguhnya pendapat masyhur adalah diatas pengertian apabila pembacaan bukan dihadapan mayyit (hadlirnya mayyit), pembacanya tidak meniatkan pahala bacaannya untuk mayyit atau meniatkannya, dan tidak mendo’akannya untuk mayyit”

(Tuhfatul Muhtaj fiy Syarhi al-Minhaj lil-Imam Ibn Hajar al-Haitami [7/74].)

"STATMAN DI ATAS ITU ADA BENARNYA BENAR NAMUN SALAH KAPRAH"
(Lebih bijak jika menjelaskan detail hukumnya)

Perbedaan pendapat di kalangan ulama' ASWAJA itu hal yang wajar, namun tidak serta merta harus membenarkan hanya satu pendapat hingga fanatik buta seperti WAHABY.

Ulama berbeda pendapat untuk hukum mengirim pahala ibadah bacaan al-Quran.

1. Madzhab hanafiyyah

Ulama hanafiyah menegaskan bahwa mengirim pahala bacaan al-Quran kepada mayit hukum dibolehkan.
Pahalanya sampai kepada mayit, dan bisa bermanfaat bagi mayit. Dalam

Imam Ibnu Abil Izz ulama Hanafiyah menuliskan :

إن الثواب حق العامل، فإذا وهبه لأخيه المسلم لم يمنع من ذلك، كما لم يمنع من هبة ماله له في حياته، وإبرائه له منه بعد وفاته. وقد نبه الشارع بوصول ثواب الصوم على وصول ثواب القراءة ونحوها من العبادات البدنية

Sesungguhnya pahala adalah hak orang yang beramal. Ketika dia hibahkan pahala itu kepada saudaranya sesama muslim, tidak jadi masalah. Sebagaimana dia boleh menghibahkan hartanya kepada orang lain ketika masih hidup. Atau membebaskan tanggungan temannya muslim, yang telah meninggal.

Syariat telah menjelaskan pahala puasa bisa sampai kepada mayit, yang itu mengisyaratkan sampainya pahala bacaan al-Quran, atau ibadah badaniyah lainnya.
(Syarh Aqidah Thahawiyah, 1/300).

2. Madzhab Malikiyah

Imam Malik menegaskan, bahwa menghadiahkan pahala amal kepada mayit hukumnya dilarang dan pahalanya tidak sampai, dan tidak bermanfaat bagi mayit. Sementara sebagian ulama malikiyah membolehkan dan pahalanya bisa bermanfaat bagi mayit.

Dalam Minah al-Jalil, al-Qarrafi membagi ibadah menjadi tiga,

Ibadah yang pahala dan manfaatnya dibatasi oleh Allah, hanya berlaku untuk pemiliknya. Dan Allah tidak menjadikannya bisa dipindahkan atau dihadiahkan kepada orang lain. Seperti iman, atau tauhid.Ibadah yang disepakati ulama, pahalanya bisa dipindahkan dan dihadiahkan kepada orang lain, seperti ibadah maliyah.Ibadah yang diperselisihkan ulama, apakah pahalanya bisa dihadiahkan kepada mayit ataukan tidak? Seperti bacaa al-Quran. Imam Malik dan Imam Syafii melarangnya. (Minan al-Jalil, 1/509).

Selanjutnya al-Qarrafi menyebutkan dirinya lebih menguatkan pendapat yang membolehkan. Beliau menyatakan :

فينبغي للإنسان أن لا يتركه، فلعل الحق هو الوصول، فإنه مغيب

Selayaknya orang tidak meninggalkannya. Bisa jadi yang benar, pahala itu sampai. Karena ini masalah ghaib.
(Minan al-Jalil, 7/499).

3. Madzhab Asy-syafiiyyah

Pendapat yang masyhur dari Imam as-Syafii bahwa menghadiahkan bacaan al-Quran kepada mayit dan itu tidak sampai.

An-Nawawi mengatakan,

وأما قراءة القرآن، فالمشهور من مذهب الشافعي، أنه لا يصل ثوابها إلى الميت، وقال بعض أصحابه: يصل ثوابها إلى الميت

Untuk bacaan al-Quran, pendapat yang masyhur dalam madzhab as-Syafii, bahw aitu tidak sampai pahalanya kepada mayit.

Sementara sebagian ulama syafiiyah mengatakan, pahalanya sampai kepada mayit.
(Syarh Shahih Muslim, 1/90).

Salah satu ulama syafiiyah yang sangat tegas menyatakan bahwa itu tidak sampai adalah al-Hafidz Ibnu Katsir, penulis kitab tafsir.

Ketika menafsirkan firman Allah di surat an-Najm,

وَأَنْ لَيْسَ لِلإنْسَانِ إِلا مَا سَعَى

“Bahwa manusia tidak akan mendapatkan pahala kecuali dari apa yang telah dia amalkan.” (an-Najm: 39).

Kata Ibnu Katsir,

ومن وهذه الآية الكريمة استنبط الشافعي، رحمه الله، ومن اتبعه أن القراءة لا يصل إهداء ثوابها إلى الموتى؛ لأنه ليس من عملهم ولا كسبهم

“Dari ayat ini, Imam as-Syafii – rahimahullah – dan ulama yang mengikuti beliau menyimpulkan, bahwa menghadiahkan pahala bacaan al-Quran tidak sampai kepada mayit. Karena itu bukan bagian dari amal mayit maupun hasil kerja mereka.
(Tafsir Ibnu Katsir, 7/465).

Selanjutnya, Ibnu Katsir menyebutkan beberapa dalil dan alasan yang mendukung pendapatnya.

4. Madzhab Hambaly.

Dalam madzhab hambali, ada dua pendapat. Sebagian ulama hambali membolehkan dan sebagian melarang, sebagaimana yanng terjadi pada madzhab Malikiyah.

Ada 3 pendapat ulama madzhab hambali dalam hal ini :

√ Boleh menghadiahkan pahala bacaan al-Quran kepada mayit dan itu bisa bermanfaat bagi mayit. Ini pendapat yang mayhur dari Imam Ahmad.

√ Tidak boleh menghadiahkan pahala bacaan al-Quran kepada mayit, meskipun jika ada orang yang mengirim pahala, itu bisa sampai dan bermanfaat bagi mayit. Al-Buhuti menyebut, ini pendapat mayoritas hambali.

√ Pahala tetap menjadi milik pembaca (yang hidup), hanya saja, rahmat bisa sampai ke mayit.

Al-Buhuti mengatakan,

وقال الأكثر لا يصل إلى الميت ثواب القراءة وإن ذلك لفاعله

Mayoritas hambali mengatakan, pahala bacaan al-Quran tidak sampai kepada mayit, dan itu milik orang yang beramal.
(Kasyaf al-Qana’, 2/147).

Sementara Ibnu Qudamah mengatakan,

وأي قربة فعلها وجعل ثوابها للميت المسلم نفعه ذلك

Ibadah apapun yang dikerjakan dan pahalanya dihadiahkan untuk mayit yang muslim, maka dia bisa mendapatkan manfaatnya.
(as-Syarhul Kabir, 2/425).

Ibnu Qudamah juga menyebutkan pendapat ketiga dalam madzhab hambali,

وقال بعضهم إذا قرئ القرآن عند الميت أو اهدي إليه ثوابه كان الثواب لقارئه ويكون الميت كأنه حاضرها فترجى له الرحمة

Ada sebagian ulama hambali mengatakan, jika seseorang membaca al-Quran di dekat mayit, atau menghadiahkan pahala untuknya, maka pahala tetap menjadi milik yang membaca, sementara posisi mayit seperti orang yang hadir di tempat bacaan al-Quran. Sehingga diharapkan dia mendapat rahmat.
(as-Syarhul Kabir, 2/426).


AL-HASIL :
Dari berbagai perbedaan pendapat Ulama' ini menurut Qoul Muhtar (Pendapat yang di pilih) Adalah :
"Seyogyanya bagi pembaca Al-qur'an yg hendak menghadiahkan bacaannya agar mengatakan :
"YA ALLAH SAMPAIKANLAH PAHALA INI PADA ARWAH SAUDARA...."
(Adzkar An-nawawy, Hal 117)

Pahala Alquran tidak sampai, Apakah benar pendapat Al-Imam Asy-Syafi'iy?Jika kita perhatikan redaksi dari Al-Allamah Ibnu Abi Al-Izz Al-Hanafi dan redaksi Al-Imam An-Nawawi ketika menyebutkan pendapat Al-Imam Asy-Syafi’I maka akan kita temukan kalimat “ Al-Masyhur min madzhabi Asy-Syafiiy”. Ternyata jika kita pahami lebih dalam lagi bahwa kalimat “Al-Masyhur” ini menunjukkan bahwa disana ada qoul Al-Imam Asy-syafiiy yang tidak Masyhur. Nah qoul yang tidak masyhur inilah nanti dipahami oleh sebagian kalangan ulama syafiiyah bahwa maksud dari qoul nya Al-Imam Asy-Syafiiy adalah tidak sampai jika tidak diniatkan bacaannya atau tidak dibaca dihadapan si mayit.
Karena begini, justru dikitab yang lain disebutkan bahwa Al-Imam Asy-Syafiiy menganjurkan seseorang untuk membaca Al-quran disisi mayit. Hal ini disebutkan oleh Al-Imam An-Nawawi di dalam kitab Riyadhus Sholihin halaman 295 :
باب الدعاء للميت بعد دفنه والقعود عند قبره ساعة للدعاء له والاستغفار والقراءة
قال الشافعي رحمه الله: ويستحب أن يقرأ عنده شيء من القرآن، وإن ختموا القرآن عنده كان حسنا. رياض الصالحين, ص : 295
Terjemah : bab doa untuk si mayit dan duduk di kuburan untuk berdoa dan memohonkan ampun dan bacaan. Imam syafiiy berkata “ dan dianjurkan untuk membacakan alquran di sisi mayit, jika sampai khatam maka itu lebih baik”.

Maka dari itu Syaikhul Islam Zakaria Al-Anshori dan Ibnu Hajar Al-Haitami mengatakan bahwa maksud dari kalam nya Al-Imam Asy-Syafiiy bahwa bacaan Al-quran itu tidak sampai adalah jika tidak diniatkan atau tidak dibacakan dihadapan si mayit. Berikut ini penjelasan Syaikhul Islam Zakaria Al-Anshori di dalam kitab Fathul Wahhab juz 2 halaman 23 :
أما القراءة فقال النووي في شرح مسلم المشهور من مذهب الشافعي أنه لا يصل ثوابها إلى الميت وقال بعض أصحابنا يصل وذهب جماعات من العلماء إلى أنه يصل إليه ثواب جميع العبادات من صلاة وصوم وقراءة وغيرها وما قاله من مشهور المذهب محمول على ما إذا قرأ لا بحضرة الميت ولم ينو ثواب قراءته له أو نواه ولم يدع بل قال السبكي الذي دل عليه الخبر بالاستنباط أن بعض القرآن إذا قصد به نفع الميت نفعه وبين ذلك وقد ذكرته في شرح الروض. ( فتح الوهاب, ج : 2, ص : 23
Terjemah : adapun pahala bacaan maka menurut imam nawawi sampai pahalanya. Adapun yang masyhur dari imam syafiiy tidak sampai pahalanya. Maksudnya adalah jika tidak dibacakan di dekat si mayit atau tidak diniatkan pahalanya. Tapi jika diniatkan maka pahalanya sampai.
Begitu juga Ibnu Hajar Al-Haitami mengatakan di dalam kitab Al-Fatawa Al-Fiqhiyah Al-Kubro juz 2 halaman 27 :
وكلام الشافعي – رضي الله عنه – هذا تأييد للمتأخرين في حملهم مشهور المذهب على ما إذا لم يكن بحضرة الميت أو لم يدع عقيبه. ( الفتاوى الفقهية الكبرى لابن حجر الهيتمي, ج : 2, ص : 27
Terjemah : perkataan imam Syafiiy maksudnya adalah jika alquran itu tidak dibaca dihadapan si mayit dan tidak berdoa setelahnya.
 Ini adalah penjelasan sebagian ulama syafiiyah yang menjelaskan qoul nya Al-Imam Asy-Syafi’iy. Dalam hal ini Al-Imam An-Nawawi lebih memilih pendapat bahwa bacaan Al-Quran itu sampai kepada mayit dengan cara berdoa kepada Allah untuk menyampaikan pahalanya kepada si mayit. Berikut ini perkataan Al-Imam An-Nawawi di dalam kitab Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab :
والمختار الوصول إذا سأل الله أيصال ثواب قراءته، وينبغى الجزم به لانه دعاء، فإذا جاز الدعاء للميت بما ليس للداعى، فلان يجوز بما هو له أولى، ويبقى الامر فيه موقوفا على استجابة الدعاء، وهذا المعنى لا يخص بالقراء بل يجرى في سائر الاعمال، والظاهر أن الدعاء متفق عليه انه ينفع الميت والحى القريب والبعيد بوصية وغيرها. ( المجموع, ج : 15, ص : 522
Terjemah : pendapat pilihan kami adalah sampainya pahala bacaan jika seseorang meminta kepada Allah untuk menyampaikan pahalanya. Karena ini termasuk doa. Dan doa itu termasuk perkara yang disepakati kebolehannya dan si mayit mendapatkan manfaat dari doa tersebut.
Intinya memang para ulama salaf dan ulama kontemporerpun berbeda pendapat dalam masalah ini. Silahkan anda pilih dari salah satu pendapat ulama tersebut.

Bubarkan Wahabi DALIL KESUNNAHAN DZIKIR TAHLILAN 7 HARI, HARI KE-40, 100 DAN 1000 WAHABI: “Anda harus meninggalkan Tahlilan 7 hari, hari ke 40, 100, dan ke 1000. Kalau tidak anda akan masuk neraka.” SUNNI: “Apa alasan Anda mewajibkan kami meninggalkan Tahlilan tujuh hari, hari ke-40, 100 dan 1000?” WAHABI: “Karena itu tasyabbuh dengan orang-orang Hindu. Mereka orang kafir. Tasyabbuh dengan kafir berarti kafir pula.” SUNNI: “Owh, itu karena Anda baru belajar ilmu agama. Coba Anda belajar di pesantren Ahlussunnah Wal-Jama’ah, Anda tidak akan bertindak sekasar ini. Anda pasti malu dengan tindakan Anda yang kasar, dan sangat tidak Islami. Ingat, Islam itu mengedepankan akhlaqul karimah, budi pekerti yang mulia. Bukan sikap kasar seperti Anda.” WAHABI: “Kalau begitu, menurut Anda acara Tahlilan dalam hari-hari tersebut bagaimana?” SUNNI: “Justru acara dzikir Tahlilan pada hari-hari tersebut hukumnya sunnah, agar kita berbeda dengan Hindu.” WAHABI: “Mana dalilnya? Bukankah pada hari-hari tersebut, orang-orang Hindu melakukan kesyirikan.” SUNNI: “Justru karena pada hari-hari tersebut, orang Hindu melakukan kesyirikan dan kemaksiatan, kita lawan mereka dengan melakukan kebajikan, dzikir bersama kepada Allah subhanahu wa ta’ala, dengan Tahlilan. Dalam kitab-kitab hadits diterangkan: عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ رضي الله عنه قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم:ذَاكِرُ اللهِ فِي الْغَافِلِيْنَ بِمَنْزِلَةِ الصَّابِرِ فِي الْفَارِّيْنَ. (رواه الطبراني في الكبير والأوسط، وصححه الحافظ السيوطي في الجامع الصغير). “Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Orang yang berdzikir kepada Allah di antara kaum yang lalai kepada Allah, sederajat dengan orang yang sabar di antara kaum yang melarikan diri dari medan peperangan.” (HR. al-Thabarani dalam al-Mu’jam al-Kabir [9797] dan al-Mu’jam al-Ausath [271]. Al-Hafizh al-Suyuthi menilai hadits tersebut shahih dalam al-Jami’ al-Shaghir [4310]). Dalam acara tahlilan selama tujuh hari kematian, kaum Muslimin berdzikir kepada Allah, ketika pada hari-hari tersebut orang Hindu melakukan sekian banyak kemungkaran. Betapa indah dan mulianya tradisi tahlilan itu. WAHABI: “Saya tidak menerima alasan dan dalil Anda. Bagaimanapun dengan Tahlilan pada 7 hari kematian, hari ke-40, 100 dan 1000, kalian berarti menyerupai atau tasyabbuh dengan Hindu, dan itu tidak boleh.” SUNNI: “Itu karena Anda tidak mengerti maksud tasyabbuh. Tasyabbuh itu bisa terjadi, apabila perbuatan yang dilakukan oleh kaum Muslimin pada hari-hari tersebut persis dengan apa yang dilakukan oleh orang Hindu. Kaum Muslimin Tahlilan. Orang Hindu jelas tidak Tahlilan. Ini kan beda.” WAHABI: “Tapi penentuan waktunya kan sama?” SUNNI: “Ya ini, karena Anda baru belajar ilmu agama. Kesimpulan hukum seperti Anda, yang mudah mengkafirkan orang karena kesamaan soal waktu, bisa berakibat mengkafirkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.” WAHABI: “Kok bisa berakibat mengkafirkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?” SUNNI: “Anda harus tahu, bahwa kesamaan waktu itu tidak menjadi masalah, selama perbuatannya beda. Coba Anda perhatikan hadits ini: عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ يَوْمَ السَّبْتِ وَيَوْمَ اْلأَحَدِ أَكْثَرَ مِمَّا يَصُومُ مِنْ اْلأَيَّامِ وَيَقُولُ إِنَّهُمَا عِيدَا الْمُشْرِكِينَ فَأَنَا أُحِبُّ أَنْ أُخَالِفَهُمْ. (رواه أحمد والنسائي وصححه ابن خزيمة وابن حبان). Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selalu berpuasa pada hari Sabtu dan Ahad, melebihi puasa pada hari-hari yang lain. Beliau bersabda: “Dua hari itu adalah hari raya orang-orang Musyrik, aku senang menyelisihi mereka.” (HR. Ahmad [26750], al-Nasa’i juz 2 hlm 146, dan dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban). Dalam hadits di atas jelas sekali, karena pada hari Sabtu dan Ahad, kaum Musyrik menjadikannya hari raya, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, menyelisihi mereka dengan berpuasa. Sama dengan kaum Muslimin lain.

ويستحب أن يقرأ عنده (الميت) شيء من القرآن وإن ختموا القرآن كله كان حسناً.

رياض الصالحين
الأذكار..
Salah satu Amalan Rasulullah yang sampai kepada si Mayit.
Hadits Bukhari 1273

حَدَّثَنَا يَحْيَى حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ مُجَاهِدٍ عَنْ طَاوُسٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ مَرَّ بِقَبْرَيْنِ يُعَذَّبَانِ فَقَالَ إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لَا يَسْتَتِرُ مِنْ الْبَوْلِ وَأَمَّا الْآخَرُ فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ ثُمَّ أَخَذَ جَرِيدَةً رَطْبَةً فَشَقَّهَا بِنِصْفَيْنِ ثُمَّ غَرَزَ فِي كُلِّ قَبْرٍ وَاحِدَةً فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ لِمَ صَنَعْتَ هَذَا فَقَالَ لَعَلَّهُ أَنْ يُخَفَّفَ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا

Keduanya sungguh sedang disiksa, & tidaklah keduanya disiksa disebabkan karena berbuat dosa besar. Yang satu disiksa karena tak bersuci setelah kencing sedang yg satunya lagi karena selalu mengadu domba Kemudian Beliau mengambil sebatang dahan kurma yg masih basah daunnya lalu membelahnya menjadi dua bagian kemudian menancapkannya pada masing-masing kuburan tersebut. Mereka bertanya: Kenapa anda melakukan ini?. Nabi Shallallahu'alaihiwasallam menjawab: Semoga diringankan (siksanya) selama batang pohon ini basah. [HR. Bukhari No.1273].

Hadits Bukhari No.1273 Secara Lengkap

[[[Telah menceritakan kepada kami [Yahya] telah menceritakan kepada kami [Abu Mu'awiyah] dari [Al A'masy] dari [Mujahid] dari [Thawus] dari [Ibnu 'Abbas radliallahu 'anhuma] berkata, dari Nabi Shallallahu'alaihiwasallam bahwasanya Beliau berjalan melewati dua kuburan yang penghuninya sedang disiksa, lalu Beliau bersabda: "Keduanya sungguh sedang disiksa, dan tidaklah keduanya disiksa disebabkan karena berbuat dosa besar. Yang satu disiksa karena tidak bersuci setelah kencing sedang yang satunya lagi karena selalu mengadu domba" Kemudian Beliau mengambil sebatang dahan kurma yang masih basah daunnya lalu membelahnya menjadi dua bagian kemudian menancapkannya pada masing-masing kuburan tersebut. Mereka bertanya: "Kenapa anda melakukan ini?". Nabi Shallallahu'alaihiwasallam menjawab: "Semoga diringankan (siksanya) selama batang pohon ini basah".]]].




Rabu, 26 April 2017

Terjemahan DAQAIQU AKHBAR

Syahdan, dalam sebuah hadis dikisahkan bahwa Allah swt menciptakan sebatang pohon yang memiliki empat dahan dan memberinya nama "pohon keyakinan" (syajarat al yaqin). Kemudian, Allah menciptakan Nur(cahaya) Muhammad saw dalam sebuah tirai dari mutiara putih yang tampak seperti burung merak dan menaruhnya di atas pohon keyakinan. Lalu, burung merak itu membaca tasbih sekitar 70.000 tahun lamanya.

Setelah itu, Allah menciptakan "cermin kehidupan" (mirat al hayat) dan meletakannya di depan si burung merak. Ketika mematut di depan cermin, si burung merak menyaksikan dirinya sangat elok rupawan dan perilakunya pun menawan. Ia sangat malu kepada Allah hingga mengeluarkan keringat. Konon, keringat itu menetes sebanyak 6 tetesan, kemudian Allah menciptakan:
  • Abu Bakar ash-Shidiq ra
  • Umar bin Khattab ra
  • Utsman bin Affan ra
  • Ali bin Abi Thalib ra
  • Bunga mawar
  • Buah padi
Menyaksikan kejadian itu, Nur Muhammad  pun bersujud sebanyak 5kali. Inilah sejarah mengapa sujud ditetapkan sebagai kewajiban atas umat manusia, dan Allah mewajibkan shalat 5waktu kepada Nabi Muhammad dan seluruh umatnya.

Setelah itu, Allah memandang Nur Muhammad. Karena tersipu malu, Nur Muhammad pun mencucurkan keringat kembali. Kemudian Allah menciptakan:
  • para malaikat dari tetesan keringat hidungnya
  • kursi Arsy, Lauhul Mahfuzh, pena, matahari, bulan, beberapa hijab, bintang bintang, dan seluruh benda langit dari tetesan keringat wajahnya
  • para nabi, rasul, ulama, syuhada, dan orang saleh dari tetesan keringat dadanya
  • Baitul Makmur, Kakbah, Baitul Maqdis, dan bakal area masjid diseluruh dunia dari keringat punggungnya
  • seluruh umat Muhammad dari tetesan keringat dua alis matanya
  • kaum yahudi, nasrani, majusi, dan segolongan dengan mereka (kaum ateis, kafir dan munafik) dari tetesan keringat dua telinganya
  • bumi yang terbentang dari timur kebarat beserta isinya dari tetesan keringat kedua kakinya
Kemudian Allah berfirman: "Wahai Nur Muhammad, saksikanlah apa-apa yang ada disekitarmu itu!"
Mendengar titah tersebut, Nur Muhammad segera melihat ke sekelilingnya. Ia merasa takjub melihat nur yang ada di samping, depan dan belakangnya. Semua nur itu tak lain adalah Abu Bakar ash-Shidiq ra, Umar bin Khattab ra, Utsman bin Affan ra, Ali bin Abi Thalib ra. Lantas Nur Muhammad pun membaca tasbih tiada henti sekitar 70.000 tahun lamanya.

Setelah itu Allah baru menciptakan roh para nabi. Yakni Allah memandang kembali Nur Muhammad hingga malu dan berkeringat seperti sebelumnya. Dari tetesan tetesan keringat inilah Allah menciptakan roh para nabi. Lalu Allah menciptakan roh setiap manusia dari tetesan keringat nabi mereka masing masing.

Demikian hal nya dengan roh umat Muhammad yang beriman; mereka diciptakan dari keringat nabi Muhammad. Setelah diciptakan, seluruh umat roh Muhammad berkata "La Ilaha ilallaah Muhammad Rasulullaah" (tiada Tuhan selain Allah, dan Nabi Muhammad utusan Allah)

Kemudian Allah menciptakan sebuah pelita daru batu aqiq merah yang sangat bening dan tembus pandang. Setelah itu Allah membentuk Nur Muhammad laksana bentuk raganya tatkala diturunkan ke dunia kelak, dan meletakannya di dalam pelita tersebut. Didalam pelita itu Nur Muhammad terlihat berdiri seperti orang yang sedang shalat. Sementara itu roh para nabi yang lain mengelilingi pelita tersebut seraya terus membaca tasbih dan tahlil.

Kira-kira 1000 tahun kemudian, Allah memerintahkan kepada semua roh untuk melihat Nur Muhammad, maka:
  • mereka yang melihat kepalanya, di dunia kelak akan menjadi para khalifah atau pemimpin negara di tengah bangsanya
  • mereka yang melihat dahinya adalah calon raja/ratu yang adil
  • mereka yang melihat kedua matanya, di dunia nanti akan menjadi huffadz (para penghafal Qur'an)
  • mereka yang melihat kedua alis matanya, di dunia akan menjadi pelukis atau seniman
  • mereka yang melihat kedua telinganya, di dunia akan senantiasa suka mendengarkan dan menerima nasihat yang baik
  • mereka yang melihat kedua pipinya adalah para cerdik cendikiawan yang suka berbuat kebajikan
  • mereka yang melihat kedua bibirnya adalah calon orang yang akan menjadi kepercayaan para pemimpin
  • mereka yang melihat hidungnya, di dunia nanti akan menjadi hakim dan dokter
  • mereka yang melihat mulutnya, akan menjadi orang yang rajin berpuasa
  • mereka yang melihat giginya, jika pria akan menjadi tampan rupawan, jika wanita akan menjadi cantik jelita
  • mereka yang melihat lidahnya, di dunia akan menjadi duta raja
  • mereka yang melihat tenggorokannya, akan menjadi mubalig, penceramah, muazin
  • mereka yang melihat janggutnya, akan menjadi orang yang suka berjuang dijalan Allah
  • mereka yang melihat lehernya, akan menjadi seorang pedagang, pengusaha, atau saudagar
  • mereka yang melihat kedua lengannya,akan menjadi penunggang kuda dan ahli membuat pedang
  • mereka yang melihat lengan kanannya, akan menjadi orang yang senantiasa berpaling dari agama Allah
  • mereka yang melihat lengan kirinya, akan menjadi orang orang bodoh
  • mereka yang melihat telapak tangan kanannya, akan menjadi orang yang ahli menyulam
  • mereka yang melihat telapak tangan kirinya, akan menjadi tukang takar
  • mereka yang melihat kedua tangannya, akan menjadi orang yang dermawan lagi cerdas
  • mereka yang melihat telapak tangan kiri bagian luarnya, akan menjadi orang orang yang kikir
  • mereka yang melihat telapak tangan kanan bagian luarnya, akan menjadi orang yang ahli masak
  • mereka yang melihat ujung jarinya, akan menjadi seorang penulis
  • mereka yang melihat jari jari kanannya, akan menjadi seorang penjahit
  • mereka yang melihat jari jari kirinya, akan menjadi tukang besi
  • mereka yang melihat dadanya, akan menjadi orang yang alim dan terhormat
  • mereka yang melihat punggungnya, akan menjadi orang yang rendah hati dan taat pada perintah Allah
  • mereka yang melihat lambungnya, akan menjadi para kesatria
  • mereka yang melihat perutnya, akan menjadi orang yang bersahaja dan zuhud
  • mereka yang melihat kedua lututnya, akan menjadi orang yang rajin sholat
  • mereka yang melihat kedua kakinya,akan menjadi pemburu yang andal
  • mereka yang melihat bawah telapak kakinya, akan menjadi orang yang suka merantau
  • mereka yang hanya melihat bayangannya saja, kelak akan menjadi penyanyi dan musisi
  • mereka yang tidak bisa melihat apapun dari Nur Muhammad, kelak di dunia akan menjadi bagian dari orang yahudi, nasrani, kafir, dan majusi
  • mereka yang sama sekali tidak meligat apapun dan kebingungan akan apa yang harus mereka lihat, mereka inilah orang yang di dunia mengaku sebagai Tuhan, seperti fir'aun, namrud, dan tokoh besar kaum kafir lainnya
 Disebutkan,  Allah memerintahkan makhluk-Nya untuk mengerjakan shalat seperti gambar dalam tulisan AHMAD (أحمد), yakni;
  • berdiri seperi huruf alif
  • rukuk seperti huruf ha'
  • sujud seperti huruf mim
  • duduk seperti huruf dal
 Tak hanya itu, Allah juga menciptakan bentuk tubuh manusia menyerupai tulisan MUHAMMAD "محمد" (coba imajinasikan tulisan tersebut secara vertikal), yakni;
  •  kepala berbentuk bulat, seperti huruf mim yang pertama
  • badan seperti huruf ha'
  • perut, seperti huruf mim yang kedua
  • kedua kaki, seperti huruf dal 
Namun perlu diingat, tak seorang kafir pun tubuhnya akan dibakar di dalam api neraka nanti dalam bentuknya yang asli, yaitu bentuk yang menyerupai tulisan Muhammad itu. Bentuk ini merupakan simbol kemuliaan. Oleh karena itu, bentuk mereka nanti akan diubah menyerupai khinzir (read: babi) terlebih dahulu, sebelum dimasukan dan disiksa di dalam neraka kelak. Wallaahu a'lam bi showaf...

Jumat, 07 April 2017

BANTAHAN SYIIR BARJANZI

Lagi2 pengekor wahabi telah mengatakan musyrik kepada seorang Ulama’ pengarang Maulid Albarzanji. Benarkah dalam syi’ir Barzanji ada kesyirikan?????
 
Perlu diketahui bahwa dalam memahami syi’ir perlu adanya penjabaran/penjelasan karena bentuk syi’ir singkat dan menyesuaikan bahar (struktur syi’ir)nya dan yang mengerti arti sesungguhnya hanyalah si penya’ir atau mereka2 yang ahli dalam ilmu syi’ir dengan cara mengkajinya. Salah satu pengkajian syi’ir adalah dengan mengkaji lafadh2nya. Dalam sebuah syi’ir terkadang ada pembuangan kalimat, dan untuk mengetahui pembuangan tersebut biasanya ada petunjuk terhadap kalimat yang dibuang atau adanya syi’ir disesuaikan dengan muqtadlol hal (tuntutan sebenarnya) dan ini bisa diketahui dengan melihat kepribadian dari si penya’ir atau qorinah2 yang lain. Langsung ke TKP..... 
 
Contoh lafad yang di tuduh syirik oleh wahabi adalah:
يا بشير يا نذير
 
Wahai pembawa kabar gembira (surga) dan pemberi peringatan (neraka)
 
Nabi Muhammad Diutus sebagai pembawa berita gembir dan pemberi peringatan, sebagaimana firman Allah :
 
إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ بِالْحَقِّ بَشِيراً وَنَذِيراً وَلاَ تُسْأَلُ عَنْ أَصْحَابِ الْجَحِيمِ
Sesungguhnya Kami (Allah) telah mengutusmu (Muhammad) dengan (membawa) kebenaran; sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, dan kamu tidak akan diminta (pertanggung-jawaban) tentang penghuni-penghuni neraka. SURAT AL-BAQARAH (2) Ayat 119
 
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِداً وَمُبَشِّراً وَنَذِيراً
Wahai Nabi, Sesungguhnya Kami (Allah) mengutus kamu (Muhammad) sebagai saksi, pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. Surat Al ahzab
 
Lanjut ke contoh bait berikutnya..................
 
فأغثني و أجرني يا مجير من السعير
maka Tolonglah aku dan selamatkanlah aku, wahai penyelamat dari neraka Sa’ir
 
atau
 
فأغثني و أجرني يا مجير من السعير
lalu Tolonglah aku dan selamatkanlah aku, wahai penyelamat dari neraka Sa’ir
 
 
Kalimat أَجِرْ  dan  أَغِثْ  adalah fi'il amr dari madli أَجارَ dan أغاثَ, mengikuti أَفْعَلَ
 
 
Penjelasan : 
 
1. Tidak ada keterangan dari kalangan Ulama’ pada masanya yang mengatakan bahwa Sayyid Ja’far bin Sayyid Hasan bin Sayyid ‘Abdul Karim bin Sayyid Muhammad bin Sayyid Rasul al-Barzanji adalah musyrik, bahkan kitab Albarzanji disyarahi oleh para Ulama’. Namun ada sekelompok orang yg tdk masyhur sbg ulama’, tp setatusnya hanya sebagai pengekor saja, dengan bangganya mengatakan musyrik kpd beliau dengan hanya mengartikan secara dhohirnya lafadh tanpa adanya pengkajian.
2. Saya tidak membahas persoalan nomer satu karena hal itu berhubungan dengan aqidah. Biarlah mereka mempertanggung jawabkan sendiri karena mereka juga tahu konsekwensi dr tuduhannya jika tidak benar. Namun yang akan saya bahas adalah lafadl2 yang dianggap mengandung kesyirikan oleh sekelompok orang tersebut berdasarkan gramatika arab. Benarkah ada kesyirikan????
 
Dalam Syi’ir ada huruf Fa’ . Huruf fa’ ini bisa dijadikan huruf jawab atau dijadikan huruf Athof .
 
1. Huruf jawab dan syaratnya dibuang.
 
Besok di hari kiamat, Nabi muhammad mempunyai prioritas yakni memberikan syafaat kpd orang beriman yang masuk neraka. Berdasarkan hadits
 
عن عمران بن حصين - رضي الله عنهما - قال : قال رسول الله - صلى الله عليه وسلم : " يخرج أقوام من النار بشفاعة محمد ، فيدخلون الجنة ويسمون الجهنميين " . رواه البخاري
 
suatu kaum akan keluar dari neraka dengan syafa'atnya Muhammad saw, lalu mereka masuk kedalam surga dan mereka dinamakan Jahannamiyyin (bekas ahli jahannam) HR. Bukhari.
 
عن أبي هريرة قال: قال رسول الله : ((لكل نبي دعوة مستجابة، فتعجل كل نبي دعوته، وإني اختبأت دعوتي شفاعة لأمتي يوم القيامة، فهي نائلة إن شاء الله من مات من أمتي لا يشرك بالله شيئا
 
“Dari Abu Hurairah r.a beliau menuturkan bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Setiap Nabi memiliki doa yang mustajab, lalu setiap nabi telah menggunakan doa tersebut. Dan sesungguhnya aku menyimpannya sebagai syafa’at bagi ummatku, kelak di hari kiamat. Maka, syafa’at tersebut Insya Allah akan didapati oleh setiap orang dari umatku yang wafat dalam keadaan tidak menyekutukan Allah ta’ala dengan suatu apapun.” (HR. Bukhari dan Muslim)
 
Dengan ke ‘aliman beliau (pengarang Albarzanji) dpt dipastikan mengetahui hadits tsb dengan qorinah يا بشير يا نذير dan يا مُجِيْرُ مِنَ السَّعِيْرِ
 
Beliau juga rendah diri meskipun beliau terkenal dengan ketaqwaannya kepada Allah, keistiqomahannya dalam beribadah karena beliau tahu bahwasanya amal tidak bisa menjamin untuk masuk surga kecuali dengan ampunan dan rahmatNya. Sehingga beliau tetap mengharap syafaat dari Nabi muhammad yang telah dapat kepastian ampunan dan rahmat dari Allah. Sebagaimana hadits :
 
عَنْ عَائِشَةَ , عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، قَالَ : " سَدِّدُوا وَقَارِبُوا وَأَبْشِرُوا فَإِنَّهُ لا يُدْخِلُ أَحَدًا عَمَلُهُ الْجَنَّةَ " . قَالُوا : وَلا أَنْتَ يَا رَسُولَ اللَّهِ ؟ قَالَ : " وَلا أَنَا إِلا أَنْ يَتَغَمَّدَنِي اللَّهُ مِنْهُ بِمَغْفِرَةٍ وَرَحْمَةٍ " . رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ
 
Dari Aisyah r.a. mendapat dari Rosulullah SAW, Beliau pernah bersabda : Istiqomah/bersungguh2lah kalian, bertaqarublah kalian dan gembirakanlah kalian, sesungguhnya tidak ada amal seorang pun yang bisa menyebabkan masuk surga”. Para sahabat bertanya : “Termasuk engkau juga ya Rosulullah?”. Beliau menjawab : “Aku juga termasuk, hanya saja Allah melimpahkan ampunan dan rahmatNya kepadaku. HR. Bukhori
 
Dengan adanya dalil diatas, semakin jelas bahwa fa’ dlm syi’ir berikutnya bisa dijadikan jawab dan membuang syarat yang mana arti (makna) dari syarat tsb pantas dengan jawabnya, jika dijabarkan menjadi :
 
إن كنتُ مدخولا في السعير فأَغِثْنِي وَ أَجِرْني يا مُجِيْرُ مِنَ السَّعِيْرِ
 
Apabila aku ditakdirkan masuk neraka, maka Tolonglah aku dan selamatkanlah aku, wahai penyelamat dari neraka
 
2. Huruf Athof dan ma’thuf ‘alaihnya bisa berupa jumlah fi’liyyah atau ismiyah. Intinya kalimat tsb harus sesuai dengan muqtadlol hal (tuntutan sebenarnya). 
 
a. ma’thuf ‘alaihnya berupa jumlah fi’liyyah dan diambil dari madah(pokok kalimat) yg ada pada jawab, karena salah satu faidah أَفْعَلَ adalah LI WIJDAANI SY-SYAI’ FI SIFATIN (menemukan sesuatu di dalam suatu sifat), contoh:
 
أَجَرْتُكَ=وَجَدْتُكَ مُجارًا
aku mendapati Engkau Seorang yg selamat/terselamatkan
 
أَغَثْتُكَ=وَجَدْتُكَ مُغَاثًا
 
aku mendapati Engkau Seorang yg tertolong
 
kalau dijabarkan menjadi :
 
أَغَثْتُكَ وَأَجَرْتُكَ مِنَ السَّعِيْرِ فأَغِثْنِي وَ أَجِرْني يا مُجِيْرُ مِنَ السَّعِيْرِ
 
Artinya : Saya mendapati Engkau Seorang yang tertolong dan yang selamat/terselamatkan dari neraka, lalu Tolonglah aku dan selamatkanlah aku, wahai penyelamat dari neraka Sa’ir
 
b. ma’thuf ‘alaihnya berupa jumlah ismiyah dan diambil dari madah(pokok kalimat) yg ada pada jawab.
 
kalau dijabarkan menjadi :
 
أنتَ مُغِيْثٌ و مُجِيْرٌ مِنَ السَّعِيْرِ فأَغِثْنِي وَ أَجِرْني يا مُجِيْرُ مِنَ السَّعِيْرِ
 
Engkau adalah orang yang bisa menolong dan menyelamatkan dari neraka, lalu Tolonglah aku dan selamatkanlah aku, wahai penyelamat dari neraka Sa’ir
 
Kesimpulan :
Berdasarkan penjabaran diatas, sangat jelas bahwa bait/syi’ir Albarzanji tidak ditemukan kesyirikan, baik dari pendapat ulama’ maupun melalui kajian berdasarkan gramatika Arab. Bahkan Bait2 tsb sesuai dengan ayat alqur’an dan hadits. Jadi, bagi mereka yg bersikukuh memusyrikkan pengarang Albarzanji. Mari kita diskusikan dengan ilmiyah dan santun.....

Atau maksud bait tersebut dari sisi lainnya:
 
فأغثني و أجرني يا مجير من السعير
فِي مُلِمَّاتِ اْلأُمُوْرِ يَا غِيَاثِ يَا مَلاَذِ
 
tolonglah aku dan selamatkanlah aku.Wahai penolongku Tolonglah aku dan selamatkan aku, wahai penyelamat dari neraka Sa’ir , wahai tempat berlindungku di dalam segala perkara-perkara yang sulit.”

qashidah tersebut memberikan pengertian bahwa ad-Diba’i menyifati Rasulullah dengan sifat sebagai Mujir (penyelamat), Ghiyats (penolong) dan Maladz (tempat berlidung). Dan hal tersebut dianggap oleh mereka sebagai kata-kata yang menyekutukan Allah. Karena menurut mereka ketiga kata tersebut hanya layak di sematkan pada Allah dan bukan kepada makhluk.
 
Sebelum mengetahui lebih dalam ketiga kata tersebut, harus difahami posisi antara Khaliq (Dzat pencipta) dan makhluq (yang di ciptakan) sebagai pijakan hukum apakah yang dilakukan oleh seseorang adalah bentuk syirik kepada Allah atau tidak. Allah, sebagai sang Al-Khaliq, adalah Dzat yang dapat memberi manfaat dan madharat, sementara makhluk tidak mempunyai daya apa-apa untuk memberikan manfaat atau madharat kepada orang lain. Begitu juga, Allah al-Khaliq, dapat memberi petunjuk atau hidayah kepada makhluk, namun makhluk sebagai hamba lemah tidak dapat melakukannya. Hal ini yang dii’tiqadkan oleh segenap pengikut Ahlussunnah wal Jama’ah.Manusia, termasuk Rasulullah dan lain-lain yang di sifati dengan kata mujir, ghauts dan maladz (semua mempunyai makna memberikan pertolongan atau perlindungan) adalah dalam kapasitas sebagai makhluk dan bukan sebagai Tuhan, Sang Khaliq Yang Maha Segalanya. Jadi, ada sekat jelas antara maqam (kedudukan) khaliq dan maqam makhluq.
 
Kata Maladz artinya, Rasulullah merupakan ghiyats bagi orang-orang yang meminta perlindungan atau menjadi tempat berlindung saat Allah sedang murka. Pengertian kata ini juga sama dengan 2 kata di atas, artinya Rasulullah mampu melindungi sekedar kapasitas kemampuan beliau. Termasuk perlindungan Rasulullah di akhirat adalah ketika para makhluk merasa keberatan dan kepanasan di padang makhsyar, yaitu supaya semua makhluk sesegera mungkin dihisab oleh Allah (syafa‘atul ‘uzhma atau maqam mahmud).Dalam sebuah hadits shahih riwayat al-Bukhari, dalam Shahih-nya:
 
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَسْأَلُ النَّاسَ حَتَّى يَأْتِيَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَيْسَ فِي وَجْهِهِ مُزْعَةُ لَحْمٍ وَقَالَ إِنَّ الشَّمْسَ تَدْنُو يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يَبْلُغَ الْعَرَقُ نِصْفَ الْأُذُنِ فَبَيْنَا هُمْ كَذَلِكَ اسْتَغَاثُوا بِآدَمَ ثُمَّ بِمُوسَى ثُمَّ بِمُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
 
“Rasulullah bersabda: ‘Seorang lelaki yang sering meminta-minta (ngemis) dia akan datang di hari kiamat dengan keadaan tanpa sepotong daging di muknya dan nabi bersabda "Sesungguhnya matahari pada Hari Kiamat telah dekat sehingga keringat manusia akan mencapai separuh telinga. Pada saat itu mereka meminta tolong (ghauts)kepada Adam, kemudian kepada Musa, dan terakhir kepada Muhammad Saw.”
 
Itulah jawaban yang harus disampaikan, karena ucapan para penyair yang menulis qashidah mada’ih an-nabawiyyah (puji-pujian Nabi) seperti al-Barzanji, ad-Diba’i dan al-Bushiri dalam al-Burdah adalah sudah benar adanya dan tidak menyelisih dari ajaran Rasulullah. Selain itu, mereka juga muslim taat yang sangat berhati-hati dan menghindari hal-hal yang berbau syubhat dan syirik. Apakah penyair-penyair di atas sedemikian bodoh dan hina di mata mereka?!

Sabtu, 01 April 2017

Hikmah singkat

Sekedar mengingat hafalan yg musnah ditelan zaman.

1. مَنْ جَدَّ وَجَدَ
2. مَنْ سَارَ عَلَى الدَرْبِ وَصَلَ
3. مَن صَبَرَ ظَفِرَ
4. مَنْ قَلَ صِدْقُهُ قَلَّ صَدِيْقُهُ
5. جَالِسْ أَهْلَ الصِدْقِ وَ الوَفَاءِ
6. مَوَدَّةُ الصَدِيْقِ تَظْهَرُ وَقْتَ الضِيْقِ
7. وَمَااللَّذَّةُ إِلاَّ بَعْدَ التَعَبِ
8. الصَبْرُ يُعِيْنُ عَلَى كُلِّ عَمَلٍ
9. جَرِّبْ وَلاَحِظْ تَكُنْ عَارِفًا
10. اطْلَبِ العِلْمَ مِنَ المَهْدِ إِلىَ اللَحْدِ
11. بَيْضَةُ اليَوْمِ خَيْرٌ مِنْ دَجَاجَةِ الغَدِ
12. الوَقْتُ أَثْمَنُ مِنَ الذَهَبِ
13. العَقْلُ السَلِيْمُ فىِ الجِسْمِ السَلِيْمِ
14. خَيْرُ جَلِيْسٍ فىِ الزَمَانِ كِتَابٌ
15. مَنْ يَزْرَعْ يَحْصُدْ
16. خَيْرُ الأَصْحَابِ مَنْ يَدُلُّكَ عَلَى الخَيْرِ
17. لَوْلاَ العِلْمُ لَكَانَ النَاسُ كَالبَهَائِمِ  
18. العِلْمُ فىِ الصِغَرِ كَالنَقْشِ عَلَى الحَجَرِ
19. لَنْ تَرْجِعَ الأَيَّامُ التِى مَضَتْ
20. تَعَلَّمَنْ صَغِيْرًا وَاعْمَلْ بِهِ كَبِيْرًا
21. العِلْمُ بِلاَ عَمَلٍ كَالشَجَرِ بِلاَ ثَمَرٍ
22. الإِتِّحَادُ أَسَاسُ النَجَاحِ
23. لَا تَحْتَقِرْ مِسْكِيْنًا وَكُنْ لَهُ مُعِيْنًا
24. الشَرَفُ بِالأَدَبِ لَابِالنَسَبِ
25. سَلَامَةُ الإِنْسَانِ فِى حِفْظِ اللِّسَانِ
26. آدَبُ المَرْءِ خَيْرٌ مِنْ ذَهَبِهِ
27. سُوْءُ الخُلُقِ يُعْدِى
28. آفَةُ العِلْمِ النِّسْيَانُ
29. إِذَا صَدَقَ العَزْمُ وَضَحَ السَّبِيْلُ
30. لَا تَحْتَقِرْ مَنْ دُوْنَكَ فَلِكُلِّ شَىءٍ مَزِيَّةٌ
31. اَصْلِحْ نَفْسَكَ يَصْلُحْ لَكَ النَّاسُ
32. فَكِّرْ قَبْلَ أَنْ تَعْزِمَ
33. مَنْ عَرَفَ بُعْدَ السَّفَرِ اِسْتَعَدَّ
34. مَنْ حَفَرَ حُفْرَةً وَقَعَ فِيْهَا
35. عَدُوٌّ عَاقِلٌ خَيْرٌ مِنْ صَدِيْقٍ جَاهِلٍ
36. مَنْ كَثُرَ إِحْسَانُهُ كَثُرَ إِخْوَانُهُ
37. اِجْهَدْ وَلَا تَكْسَلْ وَلَا تَكُ غَافِلًا  # فَنَدَامَةُ العُقْبَى لِمَنْ يَتَكَاسَلُ
38. لَا تُؤَخِّرْ عَمَلَكَ إِلَى الغَدِ مَاتَقْدِرُ أَنْ تَعْمَلَهُ اليَوْمَ
39. اُتْرُكِ الشَّرَّ يَتْرُكْكَ
40. خَيْرُ النَّاسِ اَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَاَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
41. فِى التَّأَنِّى السَّلَامَةُ وَفِى العَجَلَةِ النَّدَامَةُ
42. ثَمْرَةُ التَفْرِيْطِ النَدَامَةُ وَثَمْرَةُ الحَزْمِ السَلاَمَةُ
43. الرِّفْقُ بِالضَّعِيْفِ مِنْ خُلُقِ الشَّرِيْفِ
44. فَجَزَاءُ سَيَّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا
45. تَرْكُ الجَوَابِ عَلَى الجَاهِلَ جَوَابٌ
46. مَنْ عَذُبَ لِسَانُهُ كَثُرَ إِخْوَانُهُ
47. إِذَا تَمَّ العَقْلُ قَلَّ الْكَاَةمُ
48. مَنْ طَلَبَ اَخًا بِلَا عَيْبٍ بَقِيَ بِلَا اَخٍ
49. قُلِ الحَقَّ وَلَوْ كَانَ مُرًّا
50. خَيْرُ مَالِكَ مَا نَفَعَكَ
51. خَيْرُ الأُمُوْرِ أَوْسَطُهَا
52. لِكُلِّ مَقَامٍ مَقَالٌ وَلِكُلِّ مَقَالٍ مَقَامٌ
53. إِذَا لَمْ تَسْتَحِ فَاصْنَعْ مَا شِئْتَ
54. لَيْسَ العَيْبُ لِمَنْ كَانَ فَقِيْرًا بَلْ العَيْبُ لِمَنْ كَانَ بَخِيْلًا
55. لَيْسَ اليَتِيْمُ الَّذِى قَدْ مَاتَ وَالِدُهُ بَلْ اليَتِيْمُ يَتِيْمُ العِلْمِ وَالأَدَبِ
56. لِكُلِّ عَمَلٍ ثَوَابٌ وَلِكُلِّ كَاَامٍ جَوَابٌ
57. وَعَامِلِ النَّاسَ كَمَا تُحِبُّ أَنْ يُعَامِلُوْكَ  
58. هَلَكَ اِمْرُؤٌ لَمْ يَعْرِفْ قَدْرَهُ
59. رَأْسُ الذُّنُوْبِ الكَذِبُ
60. مَنْ ظَلَمَ ظُلِمَ
61. لَيْسَ الجَمَالُ بِأَثْوَابٍ تُزَيِّنُنَا إِنَّ الَجمَالَ جَمَالُ العِلْمِ وَالأَدَبِ
62. لَا تَكُنْ رَطْبًا فَتُعْصَرَ وَلَا يَابِسًا فَتُكَسَّرَ
63. مَنْ اَعَانَكَ عَلَى الشَّرِّ ظَلَمَكَ
64. العَمَلُ يَجْعَلُ الصَّعْبَ سَهْلًا
65. أَخِىْ لَنْ تَنَالُ العِلْمَ إِلَّا بِسِتَّةٍ سَأُنْبِيْكَ عَنْ تَفْصِيْلِهَا بِبَيَانٍ: ذَكَاءٌ وَحِرْصٌ وَاجْتِهَادٌ وَدِرْهَمٌ وَصُحْبَةُ  أُسْتَاذٍ وَ طُوْلُ زَمَانٍ
66. مَنْ تَأَنَّى نَالَ مَا تَمَنَّى
67. اُطْلُبِ العِلْمَ وَلَوْ بِالصِّيْنِ
68. النَّظَافَةُ مِنَ الْإِيْمَانِ
69. إِذَا كَثُرَ الـمَطْلُوْبُ قَلَّ الـمُسَاعِدُ
70. لَا خَيْرَ فِى لَذَّةٍ تَعْقِبُ نَدَمًا
71. تَنْظِيْمُ العَمَلِ يُوَفِّرُ نِصْفَ الوَقْتِ
72. رُبَّ أَخٍ لَمْ تَلِدْهُ وَالِدَةٌ
73. دَاوُوا الغَضَبَ بِالصُّمْتِ
74. الكَاَِمُ يَنْفُذُ مَا لَا تَنْفُذُهُ الإِبَرُ
75. لَيْسَ كُلُّ مَا يَلْمَعُ ذَهَبًا
76. سِيْرَةُ الـمَرْءِ تُنْبِئُ عَنْ سَرِيْرَتِهِ
77. قِيْمَةُ الـمَرْءِ بِقَدْرِ مَا يُحْسِنُهُ
78. صَدِيْقُكَ مَنْ اَبْكَاكَ لَا مَنْ اَضْحَكَكَ
79. عَثْرَةُ القَدَمِ اَسْلَمُ مِنْ عَثْرَةِ اللِّسَانِ
80. خَيْرُ الكَاَُمِ مَا قَلَّ وَدَلَّ
81. كُلُّ شَيْءٍ إِذَا كَثُرَ رَخُصَ إِلَّا الاَدَبُ
82. أَوَّلُ الغَضَبِ جُنُوْنٌ وَآخِرُهُ نَدَمٌ
83. العَبْدُ يُضْرَبُ بِالعَصَا وَالحُرُّ يَكْفِيْهِ بِالإِشَارَةِ
84. اُنْظُرْ مَا قَالَ وَلَا تَنْظُرْ مَنْ قَالَ
85. الحَسُوْدُ لَا يَسُوْدُ
86. الأَعْمَالُ بِخَوَاتِمِهَا

1. Siapa bersungguh-sungguh dia berhasil.
2. Siapa berjalan pada relnya akan sampai.
3. Siapa bersabar berhasil.
4. Siapa sedikit kejujurannya, sedikit temannya.
5. Bergaullah dengan orang jujur dan menepati janji.
6. Kasih sayang teman tampak pada waktu kesempitan.
7. Tak ada kenikmatan kecuali setelah susah payah.
8. Kesabaran membantu atas setiap pekerjaan.
9. Coba dan perhatikan, kau akan jadi tahu.
10. Tuntutlah ilmu sejak buaian hingga liang lahat.
11. Telur hari ini lebih baik dari ayam  besok hari.
12. Waktu itu lebih berharga daripada emas.
13. Pikiran yang sehat terdapat pada badan yang sehat.
14. Sebaik-baik teman duduk sepanjang waktu adalah buku.
15. Siapa menanam dia akan memetik.
16. Sebaik-baik kawan adalah yang menunjukkanmu pada kebaikan.
17. Jika tak ada ilmu maka pasti manusia seperti binatang.
18. Pengetahuan pada waktu kecil seperti lukisan di atas batu.
19. Tak akan kembali hari-hari yang telah berlalu.
20. Belajarlah pada waktku kecil dan amalkan dia saat kau besar.
21. Ilmu tanpa diamalkan bagaikan pohon tanpa buah.
22. Persatuan adalah dasar keberhasilan.
23. Jangan menghina orang miskin dan jadilah penolong baginya.
24. Kemuliaan itu dengan adab bukan karena keturunan.
25. Keselamatan manusia ada pada menjaga pembicaraannya.
26. Perilaku (baik) seseorang lebih baik dari emasnya.
27. Kejelekan perilaku itu menular.
28. Bencana pengetahuan adalah lupa.
29. Jika benar tekadnya maka akan jelas perjalanannya.
30. Jangan menghina orang yang lebih rendah darimu, karena setiap sesuatu memiliki kelebihan.
31. Perbaiki dirimu, maka akan baik kepadamu semua manusia.
32. Berpikirlah sebelum bertindak.
33. Siapa yang mengetahui jauhnya perjalanan dia akan bersiap-siap.
34. Siapa menggali lobang akan terposok ke dalamnya.
35. Musuh yang cerdas lebih baik dari kawan yang bodoh.
36. Siapa yang banyak kebaikannya maka banyak sahabatnya.
37. Bersungguh-sungguhlah dan jangan malas dan jangan jadi lalai, karena penyesalan mendalam itu adalah milik mereka yang bermalas-malasan.
38. Jangan tunda pekerjaanmu hingga besok, apa yang dapat kau kerjakan hari ini.
39. Tinggalkannlah kejahatan itu, dia pasti meninggalkanmu.
40. Sebaik-baik manusia adalah yang terbaik akhlaknya dan paling bermanfaat bagi manusia.
41. Dalam kehati-hatian ada keselamatan dan dalam ketergesa-gesaan ada penyesalan.
42. Buah dari penyia-nyiaan adalah penyesalan dan buah dari keteguhan adalah keselamatan.
43. Kasih sayang pada yang lemah termasuk akhlak yang mulia.
44. Balasan dari kejelekan adalah kejelakan yang setimpal.
45. Meninggalkan jawaban untuk orang bodoh adalah jawabannya.
46. Barang siapa yang manis tutur katanya banyak sahabatnya.
47. Jika sempurna akal seseorang maka sedikit bicaranya.
48. Barang siapa yang mencari kawan tanpa aib maka dia tetap tidak memiliki kawan.
49. Katakanlah yang benar meskipun pahit.
50. Sebaik-baik hartamu adalah yang memberikan manfaat bagimu.
51. Sebaik-baik perkara adalah pertengahan.
52. Setiap tempat ada kata-katanya (yg cocok) dan setiap kata-kata ada tempatnya (yg cocok.
53. Jika kamu tidak malu maka berbuatlah sekehendakmu.
54. Bukannya aib bagi mereka yang miskin, tapi aib itu milik mereka yang pelit.
55. Bukannya yatim itu yang telah mati orang tuanya, tapi yatim itu adalah yang tidak memiliki ilmu dan sopan santun.
56. Setiap pekerjaan ada balasannya dan setiap perkataan ada jawabannya.
57. Dan perlakukanlah manusia sebagaimana kamu ingin diperlakukan.
58. Hancurlah seseorang yang tidak mengetahui kemampuannya.
59. Otak dari dosa adalah kebohongan.
60. Siapa yang menzalimi akan terzalimi.
61. Bukannya keindahan itu dengan pakaian yang menghiasi kita tapi keindahan itu adalah keindahan ilmu dan adab.
62. Jangan kamu lemah nanti kamu diperas dan jangan keras nanti kamu dipatahkan.
63. Barang siapa yang membantumu melakukakan kejelekan, dia menzalimimu.
64. Tindakan, membuat yang sulit menjadi mudah.
65. Saudaraku! Kamu tidak akan mendapat ilmu kecuali dengan enam perkara, akan ku berikan perincian dengan jelas :  Kecerdasan, Harta Benda, Ketamakan, Mempergauli Ustadz Kesungguhan  Waktu yang panjang.
66. Barang siapa yang berhati-hati maka dia akan mendapatkan apa yang dia impikan.
67. Tuntutlah ilmu itu walaupun ke negeri Cina.
68. Kebersihan adalah bagian dari iman.
69. Jika perminataan terlalu banyak, sediki yang membantu.
70. Tak ada kebaikan pada kenikmatan yang diiringi penyesalan.
71. Mengatur pekerjaan akan menghemat setengah waktu.
72. Banyak saudara yang tidak dilahirkan oleh seorang ibu.
73. Obatilah kemarahan itu dengan diam.
74. Perkataan itu menembus apa yang tak ditembus oleh jarum.
75. Tidak setiap yang berkilap itu adalah emas.
76. Tindak tanduk seseorang menunjukkan kepribadiannya.
77. Nilai seseorang sesuai dengan kebaikan yang dilakukannya.
78. Sahabatmu adalah yang membuatmu menangis bukan yang membuatmu tertawa.
79. Terpelesetnya kaki lebih aman dari terpelesetnya lidah.
80. Sebaik-baik kata adalah yang ringkas dan mengena.
81. Segala sesuatu jika kebanyakan akan murah kecuali sopan santun.
82. Awal kemarahan adalah kegilaan dan berakhir dengan penyesalan.
83. Budak itu dipukul dengan tongkat sedangkan orang yang merdeka itu cukup dengan isyarat.
84. Perhatikan apa yang dikatakan dan jangan perhatikan siapa yang mengatakan.
85. Pendengki tak akan bahagia.
86. Semua pekerjaan harus dituntaskan

Semoga manfaat.