Senin, 20 Maret 2017

PENAMAAN WAHHABI

Nama Wahhabi : Antara Wahhabiyyah, Wahbiyyah, Ibnu Rustum dan Ulama Wahhabi

Wahhabiyyah atau Wahhabi merupakan firqah (sekte) yang pengasasnya bernama Muhammad bin Abdul Wahhab (wafat 1206 H). Sebutan tersebut dinisbatkan kepada pengasasnya, sedangkan yang pertama kali memunculkan sebutan "Wahhabiyyah / Wahhabi" adalah saudara kandung (kakak kandung) Muhammad bin Abdul Wahhab yaitu Syekh Sulaiman bin Abdul Wahhab al-Hanbali dalam kitabnya al-Shawaiq al-Ilahiyyah fi Radd alaa al-Wahhabiyyah. Sebutan itu kemudian diikuti oleh sejumlah ulama Ahlussunnah wal Jama'ah lainnya.

Sebagian pengikut Wahhabi ada yang bangga dengan nama Wahhabi. Namun, ada pula yang tidak mau disebut Wahhabi, mereka marah dan malu sebab sejarah kelam mereka. Mereka tidak mengakui penamaan tersebut. Berangkat dari keengganan mengakui penamaan Wahhabi ini, muncul berbagai kebohongan yang disebarkan guna untuk menipu ummat Islam.

Salah satu kebohongan yang disebarkan-sebarkan adalah mengalihkan penisbatan penamaan Wahhabiyyah (Wahhabi) kepada selain Muhammad bin Abdul Wahhab, yaitu kepada Abdul Wahhab bin Abdudirrahman bin Rustum (wafat tahun 208 H), jauh sekali masanya.

Mereka menyebarkan kebohongan tersebut dalam banyak blog atau situsnya, bahkan diunggah di Youtube. Diantaranya adalah blog http://al-amiry.blogspot.com milik bocah Medan bernama Muhammad Abdurrahman (1994) dengan judul "Membersihkan Pakaian Salaf Dari Noda Tuduhan Wahabisme ", blog http://pecintamanhajsalaf.wordpress.com "Inilah Wahabi Sesungguhnya… ", website Darus Salaf Bontang Kaltim (http://www.darussalaf.or.id) dibawah bimbingan ustadz Wahhabi bernama  Muhammad Ar Rifai  dan Yunus memuat dengan judul "Bagi Yang Ingin Tahu Siapa Wahabi Sebenarnya", blog http://feehas.wordpress.com dengan judul "Wahhabi Yang Asli Tulen, Sesat Menyesatkan" dan situs-situs Wahhabi lainnya.

Di Youtube, kebohongan ini di unggah dalam bentuk rekaman video dari Rodja TV dengan pemateri Abu Yahya Badrussalam yang diberi judul "Membongkar Kesesatan Wahabi". Diunggah oleh akun Rodja TV http://www.youtube.com/user/rodjatv dan di unggah kembali oleh akun yang memakai nama Aswaja http://www.youtube.com/user/NahnuAswaja/. Tidak berbeda dengan kebohongan yang disampaikan dibeberapa situs Wahhabi,  Badrussalam juga dengan entengnya menyampaikan kebohongan tersebut.

Meskipun berjudul "Membongkar Kesesatan Wahabi", namun dalam pembahasan tersebut Badrussalam berusaha membersihkan sejarah hitam Wahhabi dengan mengarahkan penisbatan Wahhabi kepada Ibnu Rustum.

Wahhabiyyah, Wahbiyyah dan Ibnu Rustum
Sepintas kedua istilah antara Wahhabiyyah (الوهَّابيَّة) dan Wahbiyyah (الوَهْبِيَّة) tersebut hampir sama, namun jelas berbeda. Wahhabiyyah (Wahhabi) pengasasnya bernama Muhammad bin Abdul Wahhab. Sedangkan Wahbiyyah pengasasnya bernama Abdullah bin Wahbi Ar-Rasibi, wafat tahun 38 Hijiriyah. Istilah Wahbiyyah dinisbatkan kepada Abdullah bin Wahbi Ar-Rasibi, bukan kepada Abdul Wahhab bin Abdirrahman bin Rustum, wafat tahun 208 Hijriyah.

Abdul Wahhab bin Abdirrahman bin Rustum bukanlah pendiri Wahbiyyah, apalagi Wahhabiyyah. Ibnu Rustum merupakan salah satu pemimpin pecahan Wahbiyyah yang alirannya dikenal dengan "Wahbiyyah al-Rustumiyyah". Persamaan diantara mereka adalah mereka semua sama-sama termasuk khawarij.

Kesalahan Dalam Penisbatan ?
Untuk melapisi kebohongan diatas, mereka juga kerap kali menyatakan bahwa penisbatan istilah "Wahhabiyyah" kepada Muhammad bin Abdul Wahhab adalah salah kaprah. Bahkan, ada ulama Wahhabi yang berbohong dan mengatakan bahwa penamaan Wahabi adalah disandarkan kepada nama al Wahhab, salah satu dari nama-nama Allah. Seperti yang dikatakan oleh ulama Wahhabi bernama Muhammad bin Jamil Zainu dalam bukunya Quthuf Min asy Syama’il al Muhammadiyyah

 وهابي نسبة إلى الوهاب وهو اسم من أسماء الله
"Nama Wahabi adalah disandarkan kepada nama al Wahhab, dan dia itu (al Wahhab) adalah salah satu dari nama-nama Allah”.

Jelas, mereka tidak paham bahwa penisbatan itu tidak harus disandarkan pada nama pendirinya (pengasasnya), bisa juga disandarkan kepada nama ayahnya, kakeknya, kakek dari kakeknya dan seterusnya. Didalam bahasa arab, penisbatan juga seringkali dipakai dengan disandarkan kepada Mudlaf Ilaih-nya. Seperti kata Abdul Qais, maka nisbahnya menjadi Qaisy.

Ulama Wahhabi Mengakui dan Bangga Dengan Nama Wahhabi

Saat sebagian pengikut Wahhabi merasa malu dan enggan mengakui penisbatan / penamaan Wahhabi pada diri mereka. Bahkan mereka rela melakukan berbagai kebohongan. Sebaliknya, ulama Wahhabi bukan hanya mengakui penamaan Wahhabi pada diri mereka, bahkan mereka bangga dengan penamaan tersebut. Terbukti dengan kitab-kitab mereka yang tanpa ragu dan dengan bangga menggunakan istilah Wahhabi.

Scan kitab Wahhabi berjudul "Al-Hadiyyah al-Saniyyah wa al-Tuhfah al-Wahhabiyyah al-Najdiyyah (Hadiah yang Luhur dan Anugerah kaum Wahhabi Najed)" disamping merupakan salah satu bukti bahwa ulama Wahhabi bangga dengan penamaan Wahhabi. Kitab tersebut ditulis oleh salah seorang ulama Wahhabi tunanetra bernama Sulaiman bin Sahman yang diterbitkan oleh penerbit Al Manar, milik Rasyid Ridha.

Pemuka Wahhabi di Qatar, Ahmad bin Hajar Al Buthami Al bin Ali menulis sebuah buku berjudul "as Syekh Muhammad ibn Abdil Wahhab ‘Aqidatuh as Salafiyyah Wa Da’watuh al Islamiyyah" yang mana buku ini diedit dan sebarluaskan oleh pemuka Wahabi lainnya, yaitu “Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz”. Dicetak tahun 1393 H, penerbit Syarikat Mathabi’ al Jazirah.

Pada halaman 105, ia dengan bangga memakai dan menuliskan nama Wahhabi :
فلما التقى الوهابيين في مكة
“Ketika bertemu dengan orang-orang Wahabi di Mekah…”

Juga menuliskan:

استطاع الوهابيون أن يقيموا الدولة الإسلامية على أساس من المبادئ الوهابية
“… orang-orang Wahabi mampu mendirikan Dawlah Islamiyyah di atas dasar ajaran-ajaran Wahabiyah”

Kemudian juga menuliskan:

ولكن الدعوة الوهابية
“Akan tetapi dakwah Wahabi…”

Juga menuliskan:

يدينون الإسلام على المذهب الوهابي
“Meraka (orang-orang Wahabi) beragama Islam di atas madzhab Wahabi...”.
Ulama Wahhabi lainnya bernama Dr Muhammad Khalil Al-Harras secara terang benderang menggunakan nama Wahhabi didalam kitab karyanya yaitu "Al- Harakatul Wahhabiyah (Gerakan Wahhabi)" . Contoh penggunakan Wahhabi didalam kitabnya :
Pada halaman 11 disebutkan :

ﺍﺳﺲ ﺍﻟﺤﺮﻛﺔ ﺍﻟﻮﻫﺎﺑﻴﺔ
"Dasar-dasar gerakan Wahhabi..."

Halaman 14 disebutkan :

ﺍﻟﺤﺮﻛﺔ ﺍﻟﻮﻫﺎﺑﻴﺔ ﺗﺪﻋﻮ ﺍﻟﻲ ﺗﻮﻛﻴﺪ ﺍﻟﺘﻮﺣﻴﺪ
"..gerakan Wahhabi menyeru kepada menguatkan tauhid ..."

Halaman 17 dan masih banyak lagi disebutkan :

ﺍﻟﺤﺮﻛﺔ ﺍﻟﻮﻫﺎﺑﻴﺔ ﺗﺪﻋﻮ ﺍﻟﻲ ﺳﺒﻴﻞ ﺭﺑﻬﺎ
"..gerakan Wahhabi menyeru kepada jalan Tuhan nya..."
Selain diatas, sangat banyak kitab-kitab ulama Wahabi yang mengakui penamaan Wahhabi untuk dakwah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab An-Najdi, diantaranya: Syaikh Muhammad Hamid Al Fiqi dalam kitab Atsarud Da’watil Wahhabiyah, Syaikh Umar Abu Nashri dalam kitab Ibnu Sa’ud, Syaikh Muhammad Kurdi Ali dalam kitab Al-Qadim wal Hadits, Syaikh Muhammad Jamil Baiham dalam kitab al-Halqah al-Mafqudah fi Tarikh Arab,  Syaikh Abdul Karim Al-Khathibi dalam kitab Muhammad ibn Abdil Wahhab dan sebagainya.

Kamis, 16 Maret 2017

PERKARA YNG TIDAK ADA CONTOH SEBELUMNYA

---------- Logika Untuk Wahabi ---------

Sesuatu yang belum dicontohkan Rasul belum tentu ditolak Rasul. Sebagai contoh:
1. Sholat sesudah wudhu' sahabat bilal bin rabah
2. Tata cara sholat makmum masbuk Muadz bin jabal
3. Bacaan baru dalam i'tidal dalam sholat yang dilakukan sahabat Nabi
4. muji-muji Rasul yang dilakukan oleh para sahabat anshar ketika Rasul datang ke Madinah
5. dll (banyak sekali).

Lalu bagaimana ketika Rasul wafat??? ternyata para sahabat buat baru lagi. Sebagai contoh:
1. Pembukuan Alquran
2. Sholat taraweh di masjid 30 hari, 20 rakaat, jadi satu imam, dan dikerjkan di awal malam
3. Adzan jumat dua kali
4. Penambahan bacaan talbiah saat haji
5. pembuatan shalawat baru.
6. Dll (banyak sekali)

Lalu bagaimana ketika Para sahabat wafat??? ternyata para ulama' buat yang baru lagi. Sebagai contoh:
1. Tawassul, Tabarruk, dan Istighosah ke makam orang sholeh
2. Imam Ahmad mendoakan Imam syafi'i dan mengajarkan doa setelah khatam quran yang tidak ada contohnya
3. Pembuatan shalawat dan dzikir baru sendiri
4. Muncul ilmu fiqh, tajwid, tasawuf, akidah, dll
5. sholat sebelum nulis hadist
6. Dll (banyak sekali)

Namun, perlu dicatat tidak semua sesuatu yang baru itu dibenarkan oleh Nabi contoh:
1. kelompok khawarij (yang mengatakan Rasul tidak adil saat pembagian harta).
2. Ijtihad sahabat yang mewajibkan mandi untuk orang yang junub walau dirinya (kepalanya) terluka sehingga menyebabkan kematiannya.

Dari sini kita tahu sesuatu yang baru itu ada dua kemungkinan: Pertama diterima Rasul, kedua ditolak Rasul. Setelah kita tahu masalah ini mari kita lihat Hadist berikut:

Dari ‘Amru bin Al-‘Aash radliyallaahu ‘anhu : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Apabila seorang hakim menghukumi satu perkara, lalu berijtihad dan benar (DALAM FURU' BUKAN AKIDAH), baginya dua pahala. Dan apabila ia menghukumi satu perkara, lalu berijtihad dan keliru (DALAM FURU' BUKAN AKIDAH)), baginya satu pahala” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari 13/268 dan Muslim no. 1716).

Penjelasan:

Hakim disini bukan kebanyakan kaum muslimin tetapi para ulama' karena dizaman Rasul Hakim itu memegang urusan dunia dan akhirat (menghukumi segala permasalahan dengan hukum syari'at islam).

Maka mari kita melihat perkataan para ulama'. Ternyata Imam syafi'i ulama'salaf diakui keilmuannya di seantero dunia dan diikuti oleh semua pengikutnya (99%) berfatwa:

"Bid’ah itu ada dua : Bid’ah yang terpuji dan bid’ah yang tercela. Semua yang sesuai dengan sunnah, maka itu adalah terpuji, dan semua yang menyelisihi sunnah, maka itu adalah tercela.” (Riwayat Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah(9/113)

Pertanyaannya untuk wahabi: Apakah jika ijtihad Imam syafi'i ini salah, akan mengakibatkan beliau berdosa???.

Wallahua'lam bishowab

PENJELASAN TAUHID

Wahdaniyyah versi wahabi, ibnu taimiyyah membagi tauhid menjadi tiga juga:
1. tauhid rububiyah
2.  uluhiyah
3.  tauhidu asma’u wa sifat

 Dalam syarah al-aqidah al-wasiqiyyah syekh ibnu utsaimin didaftar isinya seperti aksamu tauhid, al kismu awwal, tauhid rububiyyah, al- kismu tsani, tauhidu uluhiyyah, kismu stalis tauhidu asma’u wa sifat.
Dalam hal tauhid rububiyyah yaitu pengakuan atau keyakinan bahwa yang menciptkan memiliki langit dan bumi dan mengatur segala isinya. Menurut ibnu taimiyyah bahwa tauhid rububiyyah ini telah dimiliki oleh orang-orang musryik dan muslim,ma’nanya benar tapi penerapannya (ta’biknya) keliru.
Dalam hal tauhid uluhiyyah pelaksaan dalam ibadahnya ditunjukan kepada allah,ibadah tidak boleh selain adalah ini pun benar menurut kami, ibnu taimiyyah mengatakian bahwa tuhan uluhiyyah yang hak disembah sedangkan tauhidnya menyembah kepda allah tanpa mempersekutukannya, tpi menurut kami yang salahnya ibadah ini diartikan secara luas, semestinya ibadah hanya kepada allah sehingga istighosah,tawassul dan tabaruk itu dianggap ibadah,padahal hal itu diluar dari ibadah contohnya ketika kita bertawasul kepada nabi,para wali dan yang lainnya dianggap ibadah jadinya syirik, Karena ibnu taimiyyah membagi tauhidnya dengan anggapan yang salah maka kita patahkan dari akar-akarnya atau pembagiannya.
Dan terakhir tauhid asma’u wa sifat yaitu menetapkan nama-nama dan sifat-sifat allah yang terdapat dalam al-qur’an dan as-sunnah sesuai dengan artinya dzohirnya (tekstual) yang telah dikenal dikalangan manusia, contohnya didalam al-quran ada ayat-ayat yang berkenaan dengan sifat allah seperti yaddu, wajhun, ainun, maka menurut tauhid asma wa sifat diartikan sesuai dengan teks yang ada seperti tangan manusia, wajah, dan mata manusia dst….dibanding dengan kita, kita memiliki dua pendekatan, didalm satu hadist ada yang berkenaan nama dan sifat allah yaitu pendekatan tafwid, yaddu adalah sifat bagi allah bukan anggota badan atau pendekatan lain yang digunakan para ulama kholaf yaitu pendekatan ta’wil seperti ainun diartikan dengan ri’ayah, yaddu diartikan sebagai kudrot dan wajah diartikan dzat allah,seperti yang dilakukan ulama salaf, Jadi kesimpulannya tauhidnya ibnu taimiyyah asma wa sifat ini menolak ta’wil jadi tidak boleh ada ta’wil.
Ibnu taimiyyah membatasi ma’na rob (rububiyyah) sifat tuhan sebagai dzat pencipta,pemilik dan pengatur langit dan bumi se isinya.sedangkan ma’na illah (uluhiyyah) dibatasi pada tuhan sebagai dzat yang berhak untuk  disembah dan tujuan untuk beribadah. Jadi dia membedakan uluhiyyah dan rububiyyah, nah,,, yang menjadi pertanyaan apakah dengan membedakan fungsi uluhiyyah dan rububiyyah ini dapat diterima atau tidak,,,,, ??  yang di khawatirkan ada orang mukmin beriman secara rububiyyah tapi kafir dalam hal uluhiyyah atau sebaliknya sehingga ada pembagian seperti itu, dan dengan pembagian seperti ini bertentangan dengan al-qur’an maupun hadist yang tidak membedakan antara rububiyyah dan uluhiyyah atau perkataan ulama, karena dalam hadist dan al-quran tidak membedakan keduanya ADA TALAJUM (keterkaitan) antara keduannya,artinya klw kafir uluhiyyah pasti kafir rububiyyah.
Sebaliknya pun demikian.